UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11
TAHUN 2009
TENTANG
KESEJAHTERAAN SOSIAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang class="Default__Char"> : a. bahwa Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik I ndonesia Tahun 1945 mengamanatkan negara
mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan
memajukan kesejahteraan umum dalam rangka mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia;
- bahwa untuk mewujudkan kehidupan
yang layak dan bermartabat, serta untuk memenuhi hak atas kebutuhan dasar warga negara demi
tercapainya kesejahteraan sosial, negara menyelenggarakan pelayanan
dan pengembangan kesejahteraan sosial secara terencana, terarah, dan
berkelanjutan; - bahwa Undang-Undang Nomor
6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial sudah tidak
sesuai dengan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
sehingga perlu diganti; - bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk class="Default__Char"> Undang-Undang tentang Kesejahteraan Sosial;
Mengingat class="Default__Char"> : Pasal 18A, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23 ayat
(1), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28H ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3), dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KESEJAHTERAAN
SOSIAL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang
dimaksudkan dengan:
- Kesejahteraan Sosial adalah
kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga
negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga
dapat melaksanakan fungsi sosialnya. - Penyelenggaraan Kesejahteraan
Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan
yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk
pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara,
yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaa class="Default__Char">n sosial, dan perlindungan sosial. - Tenaga Kesejahteraan Sosial
adalah seseorang yang dididik dan dilatih secara profesional untuk melaksanakan
tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial dan/atau seseorang
yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang ruang lingkup kegiatannya di bidang
kesejahteraan sosial. - Pekerja Sosial Profesional
adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta
yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian
dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan,
pelatihan, dan/atau pengalaman praktek pekerjaan sosial untuk melaksanakan
tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial. - Relawan Sosial adalah seseorang
dan/atau kelompok masyarakat, baik yang berlatar belakang pekerjaan sosial maupun bukan berlatar
belakang pekerjaan sosial, tetapi melaksanakan kegiatan penyelenggaraan
di bidang sosial bukan di instansi sosial pemerintah atas kehendak sendiri
dengan atau tanpa imbalan. - Pelaku Penyelenggaraan Kesejah class="Default__Char">teraan Sosial adalah individu, kelompok, lembaga kesejahteraan sosial,
dan masyarakat yang terlibat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. - Lembaga Kesejahteraan Sosial
adalah organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan class="Default__Char"> kesejahteraan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan
hukum maupun yang tidak berbadan hukum. - Rehabilitasi Sosial adalah
proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang
mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat. - Perlindungan Sosial adalah
semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani risiko dari
guncangan dan kerentanan sosial. - Pemberdayaan Sosial adalah
semua upaya yang diarahkan untuk menjadikan warga negara yang menga class="Default__Char">lami masalah sosial mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan
dasarnya. - Jaminan Sosial adalah skema
yang melembaga untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan
dasar hidupnya yang layak. - Warga Negara adalah warga
negara Republik Indonesia yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. - Pemerintah Pusat, selanjutnya
disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. - Pemerintah Daerah adalah gubernur,
bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah. - Menteri adalah menteri yang
membidangi urusan sosial.
BAB II
ASAS DAN
TUJUAN
Pasal 2
Penyelenggaraan kesejahteraan
sosial dilakukan berdasarkan asas:
- kesetiakawanan;
- keadilan;
- kemanfaatan;
- keterpaduan;
- kemitraan;
- keterbukaan;
- akuntabilitas;
- partisipasi;
- profesionalitas; dan
- keberlanjutan.
Pasal 3
Penyelenggaraan kesejahte class="Default__Char">raan sosial bertujuan:
- meningkatkan taraf kesejahteraan,
kualitas, dan kelangsungan hidup; - memulihkan fungsi sosial dalam
rangka mencapai kemandirian; - meningkatkan ketahanan sosial
masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan sosial; - meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggungjawab
sosial dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara
melembaga dan berkelanjutan; - meningkatkan kemampuan dan
kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara
melembaga dan berkelanjutan; dan - meningkatkan kualitas manajemen
penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
BAB III
PENYELENGGARAAN
KESEJAHTERAAN SOSIAL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
Negara bertanggung jawab atas
penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Pasal 5
- Penyelenggaraan kesejahteraan sosial ditujukan kepada:
- perseorangan;
- keluarga;
- kelompok; dan/atau
- masyarakat.
- Penyelenggaraan kesejahteraan
sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan kepada mereka
yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial:
- kemiskinan;
- ketelantaran;
- kecacatan;
- keterpencilan;
- ketunaan sosial dan penyimpangan
perilaku; - korban bencana; dan/atau
- korban tindak kekerasan, eksploitasi
dan diskriminasi.
Pasal 6
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi:
- rehabilitasi sosial;
- jaminan sosial;
- pemberdayaan sosial; dan
- perlindungan sosial.
Bagian
Kedua
Rehabilitasi
Sosial
Pasal 7
- Rehabilitasi sosial dimaksudkan
untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang y class="Default__Char">ang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya
secara wajar. - Rehabilitasi sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara persuasif, motivatif,
koersif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun panti sosial. - Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diberikan dalam bentuk:
- motivasi dan diagnosis psikososial;
- perawatan dan pengasuhan;
- pelatihan vokasional dan pembinaan
kewirausahaan; - bimbingan mental spiritual;
- bimbingan fisik;
- bimbingan sosial class="Default__Char">dan konseling psikososial;
- pelayanan aksesibilitas;
- bantuan dan asistensi sosial;
- bimbingan resosialisasi;
- bimbingan lanjut; dan/atau
- rujukan.
Pasal 8
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pelaksanaan rehabilitasi sosial diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian
Ketiga
Jaminan
Sosial
Pasal 9
- Jaminan sosial dimaksudkan
untuk:
- menjamin fakir miskin, anak
yatim piatu terlantar, lanjut usia terlantar, penyandang cacat fisik,
cacat mental, cacat fisik dan mental, eks penderita penyakit kronis
yang mengalami masalah ketidakmampuan sosial-ekonomi agar kebutuhan
dasarnya terpenuhi.
- menghargai pejuang, perintis
kemerdekaan, dan keluarga pahlawan atas jasa-jasanya. - Jaminan sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan dalam bentuk asuransi kesejah class="Default__Char">teraan sosial dan bantuan langsung berkelanjutan. - Jaminan sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan dalam bentuk tunjangan berkelanjutan.
Pasal 10
- Asuransi kesejahteraan sosial
diselenggarakan untuk melindungi warga negara yang tidak m class="Default__Char">ampu membayar premi agar mampu memelihara dan mempertahankan taraf
kesejahteraan sosialnya. - Asuransi kesejahteraan sosial
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk bantuan iuran
oleh Pemerintah.
Pasal 11
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pelaksanaan jaminan sosial diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Bagian
Keempat
Pemberdayaan
Sosial
Pasal 12
- Pemberdayaan sosial dimaksudkan
untuk:
- memberdayakan seseorang, keluarga,
kelompok, dan masyarakat yang mengalami masalah kesejahteraan sosial
agar mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri.
- meningkatkan peran serta lembaga
dan/atau perseorangan sebagai potensi dan sumber daya dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial.
- Pemberdayaan sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
- peningkatan kemauan dan kemampuan;
- penggalian potensi dan sumber
daya; - penggalian nilai-nilai dasar;
- pemberian akses; dan/atau
- pemberian bantuan usaha.
- Pemberdayaan sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dalam bentuk:
- diagnosis dan class="Default__Char">pemberian motivasi;
- pelatihan keterampilan;
- pendampingan;
- pemberian stimulan modal,
peralatan usaha, dan tempat usaha; - peningkatan akses pemasaran
hasil usaha; - supervisi dan advokasi sosial;
- penguatan keserasian sosial;
- penataan lingkungan; dan/atau
- bimbingan lanjut.
- Pemberdayaan sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dalam bentuk:
- diagnosis dan pemberian motivasi;
- penguatan kelembagaan masyarakat;
- kemitraan dan penggalangan
dana; dan/atau - pemberian stimulan.
Pasal 13
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pemberdayaan
sosial diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian
Kelima
Perlindungan
Sosial
Pasal 14
- Perlindungan sosial dimaksudkan
untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial
seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat agar kelangsungan
hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal. - Perlindungan sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
- bantuan sosial;
- advokasi sosial; dan/atau
- bantuan hukum.
Pasal 15
- Bantuan sosial dimaksudkan
agar seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang mengalami
guncangan dan kerentanan sosial dapat tetap hidup secara wajar. - Bantuan sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bersifat sementara dan/atau berkelanjutan dalam bentuk:
- bantuan langsung;
- penyediaan aksesibilitas;
dan/atau - penguatan kelembagaan.
Pasal 16
- Advokasi sosial dimaksudkan
untuk melindungi dan membela seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau
masyarakat yang dilanggar haknya. - Advokasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
dalam bentuk penyadaran hak dan kewajiban, pembelaan, dan pemenuhan
hak.
Pasal 17
- Bantuan hukum diselenggarakan
untuk mewakili kepentingan warga negara yang menghadapi masalah hukum
dalam pembelaan atas hak, baik di dalam maupun di luar pengadilan. - Bantuan hukum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk pembelaan dan konsultasi
hukum.
Pasal 18
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pelaksanaan perlindungan sosial diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB IV
PENANGGULANGAN
KEMISKINAN
Pasal 19
Penanggulangan kemiskinan
merupakan kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukan terhadap orang,
keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang tidak mempunyai
atau mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak dapat memenuhi kebutuhan
yang layak bagi kemanusiaan.
Pasal 20
Penanggulangan kemiskinan
ditujukan untuk:
- meningkatkan kapasitas dan
mengembangkan kemampuan dasar serta kemampuan berusaha masyarakat
miskin; - memperkuat peran masyarakat
miskin dalam pengambilan keputusan kebijakan publik yang menjamin penghargaan,
perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar; - mewujudkan kondisi dan lingkungan
ekonomi, politik, dan sosial yang memungkinkan masyarakat
miskin dapat memperoleh kesempatan seluas-luasnya dalam pemenuhan hak-hak
dasar dan peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan; dan - memberikan rasa aman bagi
kelompok masyarakat miskin dan rentan.
Pasal class="Default__Char"> 21
Penanggulangan kemiskinan
dilaksanakan dalam bentuk:
- penyuluhan dan bimbingan sosial;
- pelayanan sosial;
- penyediaan akses kesempatan
kerja dan berusaha; - penyediaan akses pelayanan
kesehatan dasar; - penyediaan akses pelayanan
pendidikan dasar; - penyediaan akses pelayanan perumahan dan permukiman; dan/atau
- penyediaan akses pelatihan,
modal usaha, dan pemasaran hasil usaha.
Pasal 22
Pelaksanaan penanggulangan
kemiskinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 menjadi tanggung jawab
Menteri.
Pasal 23
Ketentuan lebih lanjut mengenai penanggulangan kemiskinan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
TANGGUNG
JAWAB DAN WEWENANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 24
- Penyelenggaraan kesejahteraan
sosial menjadi tanggung jawab:
- Pemerintah; dan
- Pemerintah daerah.
- Tanggung jawab penyelenggaraan
kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan
oleh Menteri. - Tanggung jawab penyelenggaraan
kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan: - untuk tingkat provinsi class="Default__Char"> oleh gubernur;
- untuk tingkat kabupaten/kota
oleh bupati/walikota.
Bagian
Kedua
Pemerintah
Pasal 25
Tanggung jawab Pemerintah
dalam menyelenggarakan kesejahteraan sosial meliputi:
- merumuskan kebijakan dan program
penyelenggaraan kesejahteraan sosial; - menyediakan akses penyelenggaraan
kesejahteraan sosial; - melaksanakan rehabilitasi
sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; - memberikan bantuan sosial
sebagai stimulan kepada masyarakat yang menyelenggarakan kesejahteraan
sosial; - mendorong dan memfasilitasi
masyarakat serta dunia usaha dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya; - meningkatkan kapasitas kelembagaan
dan sumber daya manusia di bidang kesejahteraan sosial; - menetapkan standar pelayanan, registrasi, akreditasi,
dan sertifikasi pelayanan kesejahteraan sosial; - melaksanakan analisis dan
audit dampak sosial terhadap kebijakan dan aktivitas pembangunan; - menyelenggarakan pendidikan
dan penelitian kesejahteraan sosial; - melakukan pembinaan dan pengawasan
serta pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan kesejahteraan
sosial; - mengembangkan jaringan kerja
dan koordinasi lintas pelaku penyelenggaraan kesejahteraan sosial tingkat
nasional dan internasional dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial; - memelihara taman makam pahlawan
dan makam pahlawan nasional; - melestarikan nilai kepahlawanan,
keperintisan, dan kesetiakawanan sosial; dan - mengalokasikan anggaran untuk
penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 26
Wewenang Pemerintah dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi:
- penetapan kebijakan dan program
penyelenggaraan kesejahteraan sosial selaras dengan kebijakan pembangunan
nasional; - penetapan standar pel class="Default__Char">ayanan minimum, registrasi, akreditasi, dan sertifikasi pelayanan
kesejahteraan sosial; - koordinasi pelaksanaan program
penyelenggaraan kesejahteraan sosial; - pelaksanaan kerja sama dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial dengan negara lain, dan lembaga class="Default__Char"> kesejahteraan sosial, baik nasional maupun internasional; - pemberian izin dan pengawasan
pengumpulan sumbangan dan penyaluran bantuan sosial; - pendayagunaan dana yang berasal
dari dunia usaha dan masyarakat; - pemeliharaan taman makam pahlawan
dan makam pahlawan nasional; dan - pelestarian nilai kepahlawanan,
keperintisan, dan kesetiakawanan sosial.
Bagian
Ketiga
Pemerintah
Daerah
Pasal 27
Tanggung jawab pemerintah
provinsi dalam menyelenggarakan kesejahteraan sosial meliputi:
- mengalokasikan anggaran unt class="Default__Char">uk penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam anggaran pendapatan
dan belanja daerah; - melaksanakan penyelenggaraan
kesejahteraan sosial lintas kabupaten/kota, termasuk dekonsentrasi dan
tugas pembantuan; - memberikan bantuan sosial
sebagai stimulan kepada masyarakat yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial; - memelihara taman makam pahlawan;
dan - melestarikan nilai kepahlawanan,
keperintisan, dan kesetiakawanan sosial.
Pasal 28
Wewenang pemerintah provinsi
dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi:
- penetapan kebijakan penyelenggaraan
kesejahteraan sosial yang bersifat lintas kabupaten/kota selaras dengan
kebijakan pembangunan nasional di bidang kesejahteraan sosial; - penetapan kebijakan kerja
sama dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial dengan lembaga kesejahteraan sosial nasional; - pemberian izin dan pengawasan
pengumpulan sumbangan dan penyaluran bantuan sosial sesuai dengan kewenangannya; - koordinasi pelaksanaan program
penyelenggaraan kesejahteraan sosial; - pemeliharaan taman makam pahlaw class="Default__Char">an; dan
- pelestarian nilai kepahlawanan,
keperintisan, dan kesetiakawanan sosial.
Pasal 29
Tanggung jawab pemerintah
kabupaten/kota dalam menyelenggarakan kesejahteraan sosial meliputi:
- mengalokasikan anggaran untuk
penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah; - melaksanakan penyelenggaraan
kesejahteraan sosial di wilayahnya/bersifat lokal, termasuk tugas pembantuan; - memberikan bantuan sosial
sebagai stimulan kepada masyarakat yang menyelenggarakan kesejahteraan
sosial; - memelihara taman makam pahlawan;
dan - melestarikan nilai kepahlawanan,
keperintisan, dan kesetiakawanan sosial.
Pasal 30
Wewenang pemerintah kabupaten/kota
dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi:
- penetapan kebijakan penyelenggaraan
kesejahteraan sosial yang bersifat lokal selaras dengan
kebijakan pembangunan nasional dan provinsi di bidang kesejahteraan
sosial; - koordinasi pelaksanaan program
penyelenggaraan kesejahteraan sosial di wilayahnya; - pemberian izin dan pengawasan
pengumpulan sumbangan dan penyaluran bantuan sosial sesuai dengan
kewenangannya; - pemeliharaan taman makam pahlawan;
dan - pelestarian nilai kepahlawanan,
keperintisan, dan kesetiakawanan sosial.
Pasal 31
Pemerintah dan pemerintah
daerah melakukan koordinasi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian penyelenggaraan
kesejahteraan sosial.
BAB VI
SUMBER
DAYA PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 32
Sumber daya penyelenggaraan
kesejahteraan sosial meliputi:
- sumber daya manusia;
- sarana dan prasarana; serta
- sumber pendanaan.
Bagian
Kedua
Sumber
Daya Manusia
Pasal 33
- Sumber daya manusia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 huruf a terdiri atas:
- tenaga kesejahteraan sosial;
- pekerja sosial profesional;
- relawan sosial; dan
- penyuluh sosial.
- Tenaga kesejahteraan sosial,
pekerja sosial profesional, dan penyuluh sosial sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf d sekurang-kurangnya memiliki
kualifikasi: - pendidikan di bidang kesejahteraan
sosial; - pelatihan dan keteramp class="Default__Char">ilan pelayanan sosial; dan/atau
- pengalaman melaksanakan pelayanan
sosial.
Pasal 34
- Tenaga kesejahteraan sosial,
pekerja sosial profesional, dan penyuluh sosial sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf d dapat memperoleh:
- pendidikan;
- pelatihan;
- promosi;
- tunjangan; dan/atau
- penghargaan.
- Ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian
Ketiga
Sarana
dan Prasarana
Pasal 35
- Sarana dan prasarana sebag class="Default__Char">aimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf b meliputi:
- panti sosial;
- pusat rehabilitasi sosial;
- pusat pendidikan dan pelatihan;
- pusat kesejahteraan sosial;
- rumah singgah;
- rumah perlindungan sosial.
- Sarana dan prasarana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memiliki standar minimum yang ditetapkan oleh Pemerintah. - Ketentuan lebih lanjut mengenai
standar sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian
Keempat
Sumber
Pendanaan
Pasal 36
- Sumber pendanaan sebag class="Default__Char">aimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf c meliputi:
- Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara; - anggaran pendapatan dan belanja
daerah; - sumbangan masyarakat;
- dana yang disisihkan dari
badan usaha sebagai kewajiban dan tanggung jawab sosial dan lingkungan; - bantuan asing sesuai dengan kebijakan Pemerintah dan
peraturan perundang-undangan; serta - sumber pendanaan yang sah
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. - Pengalokasian sumber pendanaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dil class="Default__Char">aksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. - Pengumpulan dan penggunaan
sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d,
huruf e, dan huruf f dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasa class="Default__Char">l 37
Usaha pengumpulan dan penggunaan
sumber pendanaan yang berasal dari masyarakat bagi kepentingan kesejahteraan
sosial selain sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 36 ayat (3) dilaksanakan
oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya class="Default__Char">.
BAB VII
PERAN MASYARAKAT
Pasal 38
- Masyarakat mempunyai kesempatan
yang seluas-luasnya untuk berperan dalam penyelenggaraan kesejahteraan
sosial. - Peran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan oleh:
- perseorangan;
- keluarga;
- organisasi keag class="Default__Char">amaan;
- organisasi sosial kemasyarakatan;
- lembaga swadaya masyarakat;
- organisasi profesi;
- badan usaha;
- lembaga kesejahteraan sosial;
dan - lembaga kesejahteraan sosial
asing. - Peran sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Pasal 39
- Organisasi profesi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf f, terdiri atas :
- ikatan pekerja sosial profesional;
- lembaga pendidikan pekerjaan
sosial; dan - lembaga kesejahteraan sosial.
- Untuk menjaga dan menegakkan profesionalisme, organisasi
profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menetapkan kode etik.
Pasal 40
Peran badan usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 huruf g dalam penyelenggaraan kesejahteraan
sosial dilakukan sebagai tanggung jawab sosial dan lingkungan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 41
Pemerintah memberikan class="Default__Char"> penghargaan dan dukungan kepada masyarakat yang berperan dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial.
Pasal 42
- Untuk melaksanakan peran masyarakat
dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial dapat dilakukan koordinasi
antar lembaga/organisasi sosial. - Pelaksanaan koordinasi peyelenggaraan kesejahteraan
sosial oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan
dengan membentuk suatu lembaga koordinasi kesejahteraan sosial nonpemerintah
dan bersifat terbuka, independen, serta mandiri. - Lembaga koordinasi kesejahteraan sosial nonpemerintah, sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dibentuk pada tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota. - Lembaga koordinasi kesejahteraan sosial baik pada
tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota sebagaimana d class="Default__Char">imaksud pada ayat (3) bersifat otonom, dan bukan merupakan lembaga
yang mempunyai hubungan hierarki.
Pasal 43
Lembaga koordinasi kesejahteraan
sosial mempunyai tugas:
- mengkoordinasikan organisasi/lembaga
sosial; - membina organisasi/lembaga
sosial; - mengembangkan model pelayanan kesejahteraan sosial;
- menyelenggarakan forum komunikasi
dan konsultasi penyelenggaraan kesejahteraan sosial; dan - melakukan advokasi sosial
dan advokasi anggaran terhadap lembaga/organisasi sosial.
Pasal 44
Pembentukan lembaga class="Default__Char">koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (4) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 45
Ketentuan lebih lanjut mengenai
peran masyarakat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
PENDAFTARAN
DAN PERIZINAN LEMBAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL
Pasal 46
- Setiap lembaga yang menyelenggarakan
kesejahteraan sosial wajib mendaftar kepada kementerian atau instansi
di bidang sosial sesuai dengan wilayah kewenangannya. - Pendaftaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan dengan cepat, mudah, dan tanpa biaya.
Pasal 47
Pemerintah dan pemerintah
daerah wajib mendata lembaga yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial.
Pasal 48
Lembaga kesejahteraan sosial
asing dalam melakukan penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebag class="Default__Char">aimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf i wajib memperoleh izin
dan melaporkan kegiatannya kepada Menteri, gubernur, dan bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 49
Pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) dan Pasal 48 dikenai sanksi administratif berupa:
- peringatan tertulis;
- penghentian sementara dari
kegiatan; - pencabutan izin; dan/atau
- denda administratif.
Pasal 50
Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara pendaftaran bagi lembaga yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46, dan pemberian izin penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi
lembaga kesejahteraan sosial asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal
48, serta mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 49 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
AKREDITASI
DAN SERTIFIKASI
Pasal 51
- Akreditasi dilakukan terhadap
lembaga di bidang kesejahteraan sosial. - Akreditasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan untuk menentukan tingkat kelayakan dan standardisasi penyelenggaraan
kesejahteraan sosial.
Pasal 52
- Sertifikasi dilakukan untuk
menentukan kualifikasi dan kompetensi yang sesuai di bidang penyelenggaraan
kesejahteraan sosial. - Sertifikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berbentuk sertifikat. - Sertifikat sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diberikan kepada pekerja sosial profesional dan tenaga
kesejahteraan sosial yang telah menyelesaikan suatu pendidikan dan/atau
pelatihan. - Sertifikat kompetensi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada pekerja sosial profesional
dan tenaga kesejahteraan sosial oleh lembaga sertifikasi. - Pemberian sertifikat sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dilakukan atas rekomendasi organisasi profesi
sesuai dengan kewenangannya sebagai pengakuan terhadap kompetensi melakukan praktek pekerjaan
sosial. - Sertifikat sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diberikan setelah lulus uji kompetensi sebagai pengakuan
terhadap kompetensi dalam melakukan penyelenggaraan kesejahteraan sosial
tertentu.
Pasal 5 class="Default__Char">3
Ketentuan lebih lanjut mengenai
akreditasi dan sertifikasi diatur dalam Peraturan Menteri.
BAB X
PEMBINAAN
DAN PENGAWASAN SERTA PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Pasal 54
- Pemerintah dan pemerintah
daerah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap aktivitas pel class="Default__Char">aku penyelenggaraan kesejahteraan sosial sesuai dengan kewenangannya
masing-masing. - Masyarakat dapat melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap aktivitas pelaku penyelenggaraan kesejahteraan
sosial.
Pasal 55
- Pemerintah dan pemerintah
daerah melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan kesejahteraan
sosial sesuai dengan kewenangannya. - Pemantauan dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai bentuk akuntabilitas dan pengendalian
mutu penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Pasal 56
Pembinaan dan pengawasan,
serta pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 dan
Pasal 55 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 57
Pada saat mulai berlakunya
Undang-Undang ini, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3039) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasa class="Default__Char">l 58
Peraturan pelaksanaan dari
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan
Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3039) yang ada pada saat diun class="Default__Char">dangkannya Undang-Undang ini, masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan atau diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 59
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang
ini harus sudah ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak diundangkannya
Undang-Undang ini.
Pasal 60
Undang-Undang ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
class="Default__Char" style="
text-decoration: none;">Disahkan di Jakarta
class="Default__Char" style="
text-decoration: none;">pada tanggal 16 Januari 2009
class="Default__Char">PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
class="Default__Char">
ttd.
class="Default__Char" style=" text-decoration: none;">DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Januari 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2009 NOMOR 12
PENJELASAN
A T A S
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11
TAHUN 2009……….
TENTANG
KESEJAHTERAAN
SOSIAL
- UMUM
Pembangunan kesejahteraan
sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan bangsa yang diamanatkan dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sila kelima Pancasila menyatakan
bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan negara untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial.
Permasalahan kesejahteraan sosial yang berkembang
dewasa ini menunjukkan bahwa ada warga negara yang belum terpenuhi hak
atas kebutuhan dasarnya secara layak karena belum memperoleh pelayanan
sosial dari negara. Akibatnya, masih ada warga negara yang mengalami
hambatan pelaksanaan fungsi sosial sehingga tidak dapat menjalani kehidupan
secara layak dan bermartabat.
Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan kewajiban negara untuk memelihara
fakir miskin dan anak terlantar. Bagi fakir miskin dan anak terlantar
seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan rehabilitasi
sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial
sebagai perwujudan pelaksanaan kewajiban negara dalam menjamin terpenuhinya
hak atas kebutuhan dasar warga negara yang miskin dan tidak mampu.
Dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial, diperlukan
peran masyarakat yang seluas-luasnya, baik perseorangan, keluarga, organisasi
keagamaan, organisasi sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat,
organisasi profesi, badan usaha, lembaga kesejahteraan sosial, maupun
lembaga kesejahteraan sosial asing demi terselenggaranya kesejahteraan
sosial yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan.
Untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar warga
negara, serta untuk menghadapi tantangan dan perkembangan kesejahteraan
sosial di tingkat lokal, nasional, dan global, perlu dilakukan penggantian
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan
Sosial. Materi pokok yang diatur dalam Undang-Undang ini, antara lain,
pemenuhan hak atas kebutuhan dasar, penyelenggaraan kesejahteraan sosial
secara komprehensif dan profesional, serta perlindungan masyarakat.
Untuk menghindari penyalahgunaan kewenangan dalam penyelenggaraan kesejahteraan
sosial, Undang-Undang ini juga mengatur pendaftaran dan perizinan serta
sanksi administratif bagi lembaga yang menyelenggarakan kesejahteraan
sosial. Dengan demikian, penyelenggaraan kesejahteraan sosial dapat
memberikan keadilan sosial bagi warga negara untuk dapat hidup secara
layak dan bermartabat.
- PASAL DEMI
PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas
kesetiakawanan” adalah dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial
harus dilandasi oleh kepedulian sosial untuk membantu orang yang membutuhkan
pertolongan dengan empati dan kasih sayang (Tat Twam Asi).
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial harus menekankan pada aspek pemerataan,
tidak diskriminatif dan keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas kemanfaatan” adalah
dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial harus memberi manfaat bagi
peningkatan kualitas hidup warga negara.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah
dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial harus mengintegrasikan berbagai
komponen yang terkait sehingga dapat berjalan secara terkoordinir dan
sinergis.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas kemitraan” adalah
dalam menangani masalah kesejahteraan sosial diperlukan kemitraan antara
Pemerintah dan masyarakat, Pemerintah sebagai penanggung jawab dan masyarakat
sebagai mitra Pemerintah dalam menangani permasalahan kesejahteraan
sosial dan peningkatan kesejahteraan sosial.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah
memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan
informasi yang terkait dengan penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas” adalah
dalam setiap penyelenggaraan kesejahteraan sosial harus dapat dipertanggungjawabkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas partisipasi” adalah
dalam setiap penyelenggaraan kesejahteraan sosial harus melibatkan seluruh
komponen masyarakat.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “asas profesionalitas” adalah
dalam setiap penyelenggaraan kesejahteraan sosial kepada masyarakat
agar dilandasi dengan profesionalisme sesuai dengan lingkup tugasnya
dan dilaksanakan seoptimal mungkin.
Huruf j
Yang dimaksud dengan “asas keberlanjutan” adalah
dalam menyelenggarakan kesejahteraan sosial dilaksanakan secara berkesinambungan,
sehingga tercapai kemandirian.
Pasal 3
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “memulihkan fungsi sosial”
adalah pengembangan dan peningkatan kualitas diri, baik secara psikologis,
fisik, sosial, maupun potensi diri lainnya.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Seseorang yang mengalami disfungsi sosial antara
lain penyandang cacat fisik, cacat mental, cacat fisik dan mental, tuna
susila, gelandangan, pengemis, eks penderita penyakit kronis, eks narapidana,
eks pecandu narkotika, pengguna psikotropika sindroma ketergantungan,
orang dengan HIV/AIDS (ODHA), korban tindak kekerasan, korban bencana,
korban perdagangan orang, anak terlantar, dan anak dengan kebutuhan
khusus.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “koersif” yaitu tindakan
pemaksaan dalam proses rehabilitasi sosial.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “asura class="Default__Char">nsi kesejahteraan sosial” yaitu asuransi yang secara khusus diberikan
kepada warga negara tidak mampu dan tidak terakses oleh sistem asuransi
sosial pada umumnya yang berbasis pada kontribusi peserta.
Yang dimaksud dengan “bantuan langsung berkelanjutan”
yaitu bantuan yang diberikan secara terus menerus untuk mempertahankan
taraf kesejahteraan sosial dan upaya untuk mengembangkan kemandirian.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “tunjangan berkelanjutan”
yaitu bantuan yang diberikan kepada perintis kemerdekaan dan putra-putri
pahlawan nasional antara lain dalam bentuk tunjangan kesehatan dan tunjangan
pendidikan.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “yang mengalami masalah kesejahteraan
sosial” yaitu mereka yang miskin, terpencil, rentan sosial ekonomi.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “lembaga dan/atau perseorangan”
antara lain organisasi sosial, lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga,
karang taruna, pekerja sosial masyarakat.
Yang dimaksud dengan “potensi dan sumber daya dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial”, antara lain: nilai kepahlawanan,
kejuangan, dan keperintisan, kesetiakawanan sosial dan kearifan lokal,
peranserta organisasi sosial/lembaga sosial swadaya masyarakat, kerelawanan
sosial (tenaga kesejahteraan sosial masyarakat, karang taruna, pekerja
sosial masyarakat), tanggung jawab sosial dunia usaha, penggalangan
dana sosial, dan ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan kesejahteraan
sosial.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “guncangan dan kerentanan
sosial” yaitu keadaan tidak stabil yang terjadi secara tiba-tiba sebagai
akibat dari situasi krisis sosial, ekonomi, politik, bencana, dan fenomena
alam.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Bentuk bantuan sosial antara lain makanan pokok,
pakaian, tempat tinggal (rumah penampungan sementara), dana tunai, perawatan
kesehatan dan obat-obatan, akses pelayanan dasar (kesehatan, pendidikan),
bimbingan teknis/supervisi, dan penyediaan pemakaman.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang termasuk pusat kesejahteraan sosial antara lain
pesantren dan rumah adat.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang termasuk “organisasi sosial kemasyarakatan”
antara lain organisasi kepemudaan, dan paguyuban.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “lembaga
sertifikasi” yaitu lembaga independen yang menjamin mutu kompetensi
dan kualifikasi bagi pekerja sosial dan tenaga kesejahteraan sosial
dalam pelayanan kesejahteraan sosial.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 4967
Tidak ada komentar:
Posting Komentar